Latar Belakang
Organisasi adalah setiap bentuk persekutuan dua orang atau lebih yang bekerja sama untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan dan terikat secara formal dalam suatu susunan hierarkhis. Dari pengertian organisasi tersebut berarti apabila dilihat dari unsur-unsurnya organisasi mengandung unsur-unsur: kelompok orang, kerjasama, tujuan, keterikatan formal, dan susunan hierarkhis. Organisasi dapat ditinjau dari dua sudut yaitu a) sebagai kelompok orang yang bekerja sama dan b) sebagai wadah dari kerja sama tersebut. Sebagai kelompok orang yang bekerja sama sifatnya dinamis, sedangkan sebagai wadah sifatnya relatif statis.
Kepribadian adalah sifat dasar yang bersifat tetap (statis) yang berlaku seumur hidup. Hal ini memungkinkan uji kepribadian manusia kedalam beberapa jenis misalnya kepribadian tipe A (pekerja keras dan mudah marah) lawan tipe B (santai dan kurang berambisi). Dari hal tersebut menunjukkan bahwa dalam kehidupan sehari-hari setiap anggota masyarakat akan berhadapan dengan batasan-batasan normatif, yang berlaku pada setiap situasi tertentu yang cenderung berubah dari waktu ke waktu, sejalan dengan perubahan pola pikir masyarakat itu sendiri. Batasan-batasan nilai normatif dalam interaksi dengan mayarakat dan lingkungannya itulah yang kemudian dapat kita katakan sebagai nilai-nilai etika. Sedangkan nilai-nilai dalam diri seseorang yang akan mengendalikan dimunculnya atau tidak kepatuhan terhadap nilai-nilai etika dapat kita sebut dengan moral atau moralitas. Etika adalah kebiasan atau watak, kata etika juga dapat berarti kebiasaan atau cara bergaul, berperilaku yang baik. Jadi dalam hal ini etika lebih merupakan pola perilaku atau kebiasaan yang baik dan dapat diterima oleh lingkungan pergaulan seseorang atau sesuatu organisasi tertentu. Dengan demikian, tergantung kepada situasi dan cara pandangannya, seseorang dapat menilai apakah etika yang digunakan atau diterapkan itu bersifat baik atau buruk. Sedangkan moral atau moralitas diartikan sebagai semangat atau dorongan batin dalam diri seseorang untuk melakukan sesuatu. Moral atau moralitas ini dilandasi oleh nilai-nilai tertentu yang diyakini oleh seseorang atau organisasi tertentu sebagai sesuatu yang baik atau buruk, sehingga bisa membedakan mana yang patut dilakukan dan mana yang tidak sepatutnya dilakukan.
Harmonis adalah suasana damai, tentram yang terjalin dalam suatu lingkugan. Keharmonisan tercapai apabila dalam suatu wadah atau organisasi itu mempunyai kesamaan visi dan misi serta tujuan. Lembaga sebagi sebuah Organisasai bukanlah milik perorangan atau individu, tetapi organisasi itu adalah milik bersama untuk mencapai tujuan bersama, itu artinya seorang pemimpin tidak semestinya bersifat otoriter yang menyebabkan tidak harmonisnya suatu hubungan dalam suatu organisasi tersebut. Disamping itu juga pemimpin harus bisa meningkatkan kecerdasan emosional yang melandasi etika serta moralitas yang tinggi dalam berinteraksi dengan bawahannya sebagai mitra kerja sehingga tercipta suasana yang tentram dan damai dalam lingkungan kerja yang sehat. Apa jadinya jika seorang pemimpin mimiliki sikap otoriter dalam memimpin suatu lembaga? Berikut adalah realita yang sering terjadi dalam suatu lembaga.
Para pegawai dalam suatu instansi sebenarnya menyadari akan adanya kejanggalan-kejanggalan yang terjadi dalam lingkup lembaga mereka terutama tentang kebijakan-kebijakan yang menyangkut masalah financial (dana). Namun kasus ini jarang sekali terungkap disebabkan karena kurang terbukanya interaksi antara pengawai tersebut dengan pimpinannya, terlebih lagi pimpinan yang dianggap sebagai fasilitator dan manajer sebuah lembaga tersebut bersifat otoriter, tidak mampu menampung aspirasi pengawainya serta tidak peka terhadap keinginan dan permasalahan yang terjadi di lembaga yang dia pimpin. Dalam hal ini pimpinan memengang dan mengelolah sendiri dana (bendahara), ketidaktransparansian dalam pengelolaan dana inilah yang memicu disharmonisnya hubungan antara pimpinan dan bawahan.
Akibat dari sikap pemimpin yang otoriter seperti ini mengakibatkan terciptanya lingkungan kerja yang tidak sehat dan menimbulkan stress. Mereka juga sadar bahwa mereka ahli dibidangnya, mereka bisa mencari tempat kerja lain yang lebih menyenangkan untuk membaktikan keahlian mereka, meskipun dengan gaji yang rendah. Bahkan yang paling penting lagi, rendahnya semangat kerja karyawan yang disebabbkan oleh seorang tirani di pucuk pimpinan mengakibatkan penurunan produktivitas (kinerja). Pimpinan yang baik adalah pemimpin yang anamah tablik fathona.
Dari penjabaran di atas dapat di identifikasikan masalah sebagai berikut :
- Faktor apa saja yang menyebabkan disharmonisnya hubungan dalam suatu organisasi.
- Bagaimanakah cara mengantisipasi ketidak harmonisan hubungan dalam lembaga
Kekuatan | Kelemahan | Peluang | Ancaman |
1. Kwualitas dan kuantitas pegawai 2. Loyalitas pengawai 3. Disiplin Pengawai 4. Menerapkan sikap simpatik, dan empatik 5. Musyawarh untuk mencapai mufakat | 1. Kurangnya transparansi manajemen keuangan 2. Adanya sikap otoriter pemimpin 3. Tidak terciptanya suasana kerja yang konduktif 4. Pimpinan Tidak memberikan kesempatan kepada bawahan untuk meningkatkan prestasi kerja. 5. Pimpinan Tidak memberikan kesempatan kepada bahawahannya untuk mengembangkan karier. 6. Kurangnya sikap simpatik, dan empati. 7. Kurangnya sikap kekeluargaan kepada bawahan. | 1. Terjalinnya hubungan keakraban antar pengawai 2. Adanya sikap kekeluargaan antar pengawai 3. Adanya kesamaan visi dan misi | 1. Tuntutan ekonomi keluarga yang semakin meningkat 2. Adanya sikap egoisme 3. Kurangnya tanggung jawab |
Alternatif pemecahan masalah ini adalah dengan memberikan pelatihan serta pembinaan tentang kepempinan yang baik, etika dalam organisasi, komunikasi yang efektif, membangun kerjasama tim untuk menghasilkan suasana kerja yang konduksif serta memantapkan kembali kecerdasan emosional masing-masing pribadi.